TEORI SOSIAL LEARNING
Kharisma
Ayu Mutiara Dewi
19310410070
FX
Wahyu Widiantoro, S.Psi., M.A.
Martin
Seligman dan Walter Mishel adalah seorang Psikolog Amerika. Martin lahir 12
Agustus 1924 di Albany, New York.
Sedangkan Walter Mischel lahir di Vienna
pada tanggal 22 Februari 1930.
Teori
Martin Seligman
Seligman adalah Profesor Psikologi Keluarga di Departemen Psikologi Universitas Pennsylvania. Seligman juga terkenal dengan nama Father of Positive Psychology, yaitu seorang psikolog pakar studi optimisme yang mempelopori revolusi dalam psikologi melalui gerakan psikologi positif. Selain itu, pada tahun 1988 Seligman juga seorang Presiden APA (American Psychological Association). Menurut Seligman ada 3 cara untuk bahagia, yaitu :
- Have a pleasant life (Life
of enjoyment). Milikilah hidup yang menyenangkan, dapat kenikmatan sebanyak
mungkin. Cara ini mungkin di tempuh oleh
kaum hedonis. Tapi, jika ini cara yang kita tempuh, hati-hati dengan jebakan hedonic treadmill (Semakin kita mencari
kenikmatan semakin kita sulit dipuaskan) dan jebakan habituation (Kebosanan karena terlalu banyak, misalnya makan bakwan
sayur satu, namun saking nikmatnya gorengan tersebut akhirnya makan sampai rasa
ingin muntah). Jika menggunakan takaran yang wajar cara ini dapat membahagiakan.
- Have a good life (Life
of Engagement). Dalam bahasa Aristoteles disebut Eudaimonia, yakni terlibatlah dalam
pekerjaan, hubungan atau kegiatan yang membuat kita mengalami “flow”. Kita akan
merasa terserap dalam kegiatan itu, seakan-akan waktu berhenti bergerak, kita
bahkan tidak merasakan apapun karena sangat “khusyu”.
- Have a meaningful life
(Life of Contribution). Milikilah semangat melayani, berkontribusi dan
bermanfaat untuk orang lain atau makhluk lain. Menjadi bagian dari organisasi
atau kelompok, tradisi atau gerakan tertentu. Merasa hidup kita memiliki makna
yang lebih tinggi dan lebih abadi dibanding diri kita sendiri.
Kebahagiaan
dimulai dari kesadaran akan banyaknya keinginan manusia dan konflik yang
berlangsung diantara keduanya. Wujud kebahagiaan itu apakah merupakan
pengalaman ruhaniah semata atau hanya pengalamana jasmaniah atau bahkan
pengalaman jasmani dan rohani.
Teori
Walter Mischel
Beberapa pakar teori, seperti Hans Eysenck dan Gordon Allport yakin bahwa kebanyakan perilaku adalah produk dari sifat kepribadian yang relatif stabil. Akan tetapi, Walter Mischel menolak asumsi ini. Penelitian awalnya (Mischel, 1958, 1961a, 1961b) membuatnya percaya bahwa kebanyakan perilaku merupakan fungsi dari situasi.
a)
Paradoks Konsistensi
Mischel
melihat bahwa orang awam maupun psikolog profesional tampaknya secara intuitif
meyakini bahwa perilaku manusia relatif konsisten, tetapi bukti empiris
menunjukkan banyak variasi dalam perilaku – suatu situasi yang disebut Mischel
sebagai paradoks konsistensi. Bagi kebanyakan orang, disposisi pesonal yang
global, seperti agresivitas, kejujuran, sifat kikir, sifat tepat waktu, dan
sifat yang lain, tampaknya dapat membuktikan diri sebagai hal yang dapat
menjelaskan kebanyakan dari perilaku kita. Oleh karena itu, banyak orang mengasumsikan
bahwa sifat kepribadian yang global akan timbul setelah suatu periode waktu dan
juga dari satu situasi ke situasi lainnya.
b)
Interaksi Manusia-Situasi
Pada
akhirnya, Mischel (1973, 2004) kemudian dapat melihat bahwa manusia bukanlah
suatu wadah kosong tanpa ada sifat kepribadian yang bertahan didalamnya. Ia
mengakui bahwa kebanyakan orang memiliki suatu konsistensi dalam perilaku
mereka, tetapi ia terus menekankan bahwa situasi mempunyai dampak yang kuat
pada perilaku. Penolakan Mischel untuk menggunakan sifat sebagai prediktor
perilaku tidak disadari oleh ketidakstabilan sementara dari sifat, namun oleh
kurangnya konsistensi dari satu situasi ke situasi lainnya. Ia melihat bahwa
banyak disposisi dasar dapat bersifat stabil untuk jangka waktu yang lama. Sebagai
contoh, seorang siswa mungkin mempunyai sejarah sebagai orang yang rajin dalam
hal akademis, tetapi gagal untuk menjadi rajin dalam membersihkan apartemen
atau menjaga mobilnya dalam kondisi prima. Kurangnya kerajinan dalam
membersihkan mobilnya mungkin akibat dari informasi yang tidak memadai. Oleh
karena itu, situasi spesifik berinteraksi dengan kompetensi, minat, tujuan,
nilai, ekspektasi dan hal lainnya dari orang tersebut untuk memprediksikan perilaku.
Bagi Mischel, pandangan mengenai sifat atau disposisi personal ini, walaupun
penting dalam memprediksikan perilaku manusia, melewatkan signifikansi dari
situasi spesifik ketika manusia berfungsi.
c)
Sistem Kepribadian Cognitive-Affective
Untuk
memecahkan paradoks konsistensi yang klasik, Mischel dan Shoda (Mischel, 2004;
Mischel & Shoda, 1995, 1998, 1999; Shoda & Mischel, 1996, 1998)
menawarkan sistem kepribadian kognitif-afektif (cognitive-affective personality
system atau disebut juga cognitive-affective processing system–CAPS) yang
menjelaskan keberagaman dalam berbagai situasi dan juga stabilitas dari
perilaku dalam diri seseorang. Teori ini mengindikasikan bahwa perilaku adalah
percabangan dari sifat kepribadian global yang stabil. Kepribadiannya mempunyai
ciri khas yang bersifat stabil dalam berbagai situasi walaupun saat perilakunya
berubah. Mischel (1999) percaya bahwa teori kepribadian yang memadai harus
“berusaha memprediksi dan menjelaskan ciri khas kepribadian tersebut daripada
mengeliminasi atau tidak menghiraukannya”.
a. Prediksi
Perilaku
Mischel
mengasumsikan bahwa kepribadian mempunyai stabilitas yang bersifat sementara
dan perilaku dapat bervariasi dari satu situasi ke situasi lainnya. Ia juga mengasumsikan
bahwa prediksi dari perilaku berada pada pengetahuan mengenai bagaimana dan
kapan berbagai unit kognitif-afektif diaktivasi. Unit ini meliputi pengodean,
ekspektasi, keyakinan, kompetensi, rancangan dan strategi regulasi diri, serta
afek dan tujuan.
b. Variabel
Situasi
Mischel
yakin bahwa pengaruh relatif dari variabel situasi dan kualitas pribadi dapat
ditentukan dengan mengobservasi keseragaman atau perbedaan dari reaksi manusia
dalam suatu situasi tertentu. Saat orang-orang yang berbeda berperilaku dalam
cara yang serupa – misalnya, saat menonton adegan emosional dalam film yang
menarik – variabel situasi lebih kuat daripada karakterisktik pribadi. Pada
sisi lain, kejadian yang terlihat sama, dapat menghasilkan reaksi yang sangat
berbeda-beda karena kualitas pribadi mengalahkan variabel situasional. Sebagai
contoh, beberapa pekerja dapat sama-sama dipecat dari pekerjaannya, tetapi
perbedaan individu akan mengakibatkan perilaku yang berbeda-beda, bergantung
pada kebutuhan untuk bekerja yang dipersepsikan oleh pekerja-pekerja tersebut,
keyakinan mereka atas tingkat keterampilan mereka, dan persepsi atas kemampuan untuk
mencari pekerjaan baru.
c. Unit
Kognitif-Afektif
Unit-unit
kognitif-afektif meliputi semua aspek psikologis, sosial, dan fisiologis dari
manusia yang menyebabkan mereka berinteraksi dengan lingkungan mereka dengan
pola variasi yang relatif stabil. Unit-unit ini meliputi (1) strategi encoding,
(2) kompetensi dan strategi regulasi diri, (3) ekspektasi dan keyakinan, (4)
tujuan dan nilai, serta (5) respons afektif.
DAFTAR
PUSTAKA
Jusmiati.
2017. KONSEP KEBAHAGIAN MARTIN SELIGMAN:
SEBUAH PENELITIAN AWAL. Rausyan Fikr. Vol. 13 No.2
Sarmadi,
Sunedi. (2018). Psikologi Positif.
Yogyakarta : Titah Surga.
https://minio1.123dok.com/dt03pdf/123dok/pdf/2018/06_29/a4pn4h1593169913.pdf?X-Amz-Content-Sha256=UNSIGNED-PAYLOAD&X-Amz-Algorithm=AWS4-HMAC-SHA256&X-Amz
(Diakses pada tanggal 24 Desember 2020)
Komentar
Posting Komentar